Minggu, 29 Januari 2012

Model-Model Pembelajaran

MAKALAH
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
“MODEL-MODEL PEMBELAJARAN”












Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Sjarkawi, M. Pd
Di Susun Oleh :
Lilis Vandriani (A1A110048)


PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011/2012







KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Model-model Pembelajaran” untuk memenuhi tugas kuliah pada mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.

Dikarenakan pengetahuan yang terbatas, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya, baik ditinjau dari segi materi maupun dari segi tata bahasanya. Namun, penyusun telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan menggunakan bahan referensi yang sesuai dan berkaitan dengan pokok bahasan makalah ini, penyusun berusaha dan berupaya membahas dan memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat dan dapat meng-up to date wawasan para pembaca. Oleh karena itu, penyusun membuka diri terhadap saran dan kritikan yang sifatnya membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata penyusun sampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Sjarkawi, M. Pd atas bimbingan dan arahannya selama ini. Serta tim penyusun makalah atas kerjasamanya selama ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.







Jambi, Desmber 2011


Penyusun










DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………..1

1.2 Rumusan masalah …………………………………………………………………..1

1.3 Tujuan penulisan …………………………………………………………………...1


BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Model Pembelajran ………………………………………………………..2
2.2 Kelompok dan Jenis-jenis Model Pembelajaran ……………………………………4
2.2.1 Kelompok model interaksi social …………………………………………….4
2.2.2 Kelompok model pengolahan informasi ……………………………………..6
2.2.3 Kelompok model personal ……………………………………………………8
2.2.4 Kelompok Model-model Sistem Perilaku ……………………………………9

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………11

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal. Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran yang efektif maka setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model tersebut dalam proses pembelajaran.
Demikian juga pentingnya pemahaman guru terhadap sarana dan fasilitas sekolah yang tersedia, kondisi kelas dan beberapa factor lain yang terkait dengan pembelajaran. Tanpa pemahaman terhadap berbagai kondisi ini, model yang dikembangkan guru cenderung tidak dapat meningkatkan peran serta sisiwa secara optimal dalam pembelajaran, dan pada akhirnya tidak dapat memberi sumbangan yang besar terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan hakikat model pembelajaran?
2. Bagaimana kelompok dan jenis-jenis model pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui hakikat model pembelajaran
2. Untuk mengetahui kelompok dan jenis-jenis model pembelajaran












BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Model Pembelajaran
Model-model pembelajaran dikembangkan utamanya beranjak dari adanya perbedaan berkaitan dengan berbagai karakteristik siswa. Di samping itu didasari pertimbangan keragaman siswa, pengembangan berbagai model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar mereka tidak jenuh dengan proses belajar yang sedang berlangsung. Itulah sebabnya maka di dalam menentukan model-model pembelajaran yang akan dikembangkan, guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang siswa-siswanya, keragaman kemampuan, motivasi, minat dan karakteristik.
Sebelum mengkaji lebih dalam tentang model-model pembelajaran, ada baiknya kita pahami kerangka pikir Gagne yang menegaskan lima kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar sehingga mamerlukan berbagai model dan strategi pembelajaran untuk mencapainya, yaitu;
1. Keterampilan intelektual, yakni sejumlah pengetahuan mulai dari kemampuan baca, tulis, hitung sampai kepada pemikiran yang rumit.
2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah.
3. Informasi verbal, yakni pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
4. Keterampilan motorik, yakni kemampuan dalam bentuk keterampilan menggunakan sesuatu, keterampilan gerak.
5. Sikap dan nilai, yakni hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, intensitas emosional.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Lieach & Scott (1995), mengingatkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan guru dalam memilih dan menentukan model pembelajaran dengan mengkaji kemana pembelajaran akan dititikberatkan, apakah pada outcome, proses atau content. Dalam uraian masing-masing orientasi tersebut terdapat beberapa aspek kegiatan yang harus dilakukan guru.
a. Bilamana guru memutuskan untuk mengarahkan pproses pembelajaran pada outcome, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang;
1) Apa yang saya harapkan dari siswa-siswa pada akhir pembelajaran
2) Jenis pengetahuan dan dorongan seperti apa yang saya harapkan dapat dimiliki oleh siswa
3) Jenis keterampilan seperti apa yang saya harapkan dapat didemonstrasikan oleh para siiswa
4) Sikap dan nilai-nilai apa yang seharusnya dimiliki oleh siswa
5) Mengapa say mengharuskan siswa-siswa mempelajari hal ini
6) Pengetahuan, sikap dan keterampilan apa yang seharusnya penting dimiliki siswa yang harus saya ajarkan
7) Bagaimana cara saya mengetahui bahwa siswa dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang saya harapkan.

b. Bilamana guru memutuskan untuk menitikberatkan pada content pembelajaran, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang;
1) Apa saja materi esensial yang harus dimengerti oleh siswa untuk mendukung hasil belajar yang saya harapkan.
2) Apa yang menjadi sumber-sumber belajar yang dapat dipergunakan untuk mendukung materi pembelajaran.
3) Kemampuan berpikir siswa seperti apa yang perlu dinilai dan bagaimana cara saya melakukan penilaiannya. Mengapa hal itu penting untuk dilakukan.
4) Kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi seperti apa yang umumnya terjadi dalam penyampaian materi yang dilakukan.
5) Bagaimana saya dapat meminimalisasi atau mengurangi kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi pada siswa.

c. Bilamana guru memutuskan untuk menitikberatkan pada proses pembelajaran, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri tentang;
1) Bagaimana strategi yang harus dilakukan agar para siswa dapat lebih mudah memahami melalui penbelajaran yang dilakukan.
2) Bagaimana siswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilannya.
3) Bagaimana siswa dapat mengembangkan sikap dan nilai.
4) Bagaimana struktur pengorganisasian kelas yang harus dikembangkan untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang efektif.
5) Apa saja jenis atau bentuk strategi pembelajaran yang menjadi penekanan jika dikaitkan dengan jenis sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan.
6) Bagaimana merancang dan mengorganisasi materi pelajaran agar siswa mudah mempelajarinya.
7) Apakah siswa memilki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk mendukung strategi pembelajaran yang dikembangkan.
8) Seberapa banyak waktu, ruang dan sumber-sumber belajar yang dimiliki sehingga dapat mendukung strategi pembelajaran yang digunakan.
9) Apakah strategi pemotivasian dapat dipergunakan untuk mempercepat tumbuhnya rasa percaya diri para siswa.
10) Bagaimana cara mengetahui bahwa pembelajaran yang dilaksanakan telah dapat dilaksanakan secara optimal seperti yang direncanakan.

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Brady (1985: 7), mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Untuk lebih memahami model pembelajaran, selanjutnya ia mengemukakan 4 premis tentang model pembelajaran, yaitu;
1. Model memberikan arah untuk persiapan dan implementasi kegiatan pembelajaran.
2. Meskipun terdapat sejumlah model pembelajaran yang berbeda, namun pemisahan antara satu model dengan model yang lain tidak bersifat deskrit.
3. Tidak ada satupun model pembelajaran yang memiliki kedudukan lebih penting dan lebih baik dari yang lain.
4. Pengetahuan guru tentang berbagai model pembelajaran memiliki arti penting di dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

2.2 Kelompok dan Jenis-jenis Model Pembelajaran

Beberapa model pembelajaran tersebut antara lain dikemukakan oleh Lapp, Bender, Ellenwood, & John (1995) yang berpendapat bahwa berbagai aktivitas belajar mengajar dapat dijabarkan dari 4 model utama, yaitu;
1. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan peranannya dalam pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajikan.
2. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa.
3. The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.
4. The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran.

Stalling (1997), mengemukakan 5 model dalam pembelajaran ;
1. The Exploratory Model, Model ini pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan indepedensi siswa.
2. The Group Process Model, Model ini utamanya diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan kemampuan bekerjasama antara siswa.
3. The Development Cognitive Model, yang menitikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan kognitif.
4. The Programmed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melalui modifikasi tingkah laku.
5. The Fundamental Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampiln dasar melalui pengetahuan factual.

Joyce, Weil, dan Calhoun (2000) mendeskripsikaan empat kategori model mengajar, yaitu kelompok model sosial (social family), kelompok pengolahan informasi (information processing family), kelompok model personal, (personal family), dan kelompok model system perilaku (behavioral systems family).

2.2.1 Kelompok model interaksi sosial (social interaction models)

Model interaksi sosial adalah suatu model pembelajaran yang beranjak dari pandangan bahwa segala sesuatu tidak yerlepas dari realitas kehidupan, individu tidak mungkin melepaskan dirinya dari interaksi dengan orang lain.
Model interaksi sosial didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu:
 Masalah-masalah sosial dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui kesepakatan-kesepakatan bersama melalui proses-proses sosial dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat
 Proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan dalam upaya perbaikan sistem kehidupan sosial masyarakat secara terarah dan berkesinambungan.

Kelompok model interaksi sosial ini meliputi sejumlah model, yaitu: investigasi kelompok (Group Investigation), bermain peran (Role Playing), penelitian yurisprodensial (Yurisprodensial Inquiry), latihan laboratories (Laboratory Training), penelitian ilmu sosial (Social Science Inquiry).

a. Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Dalam pandangan Tsoi, Goh dan Chia (2001), model investigasi kelompok secara filosofis beranjak dari paradigm konstruktivis, di mana terdapat suatu situasi yang di dalamnya siswa-siswa berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan berbagai informasi dan melakukan pekerjaan secara kolaboratif untuk menginvestigasi suatu masalah, merencanakan, mempresentasikan serta mengevaluasi kegiatan mereka.

Joyce, Weil dan Calhoun (2000: 16) mengungkapkan bahwa model investigasi kelompok menawarkan agar dalam mengembangkan masalah moral dan social, siswa diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama atau “cooperative inquiry” terhadap masalah-masalah social dan moral, maupun masalah akademis.

Kilen (1998) juga berpandangan bahwa model investigasi kelompok merupakan cara yang langsung dan efisien untuk mengajarkan pengetahuan akademik sebagai suatu proses social. Di sini Kilen juga memaparkan beberapa ciri esensial investigasi kelompok sebagai pendekatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki independensi terhadap guru
2) Kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan
3) Kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan mereka untuk mengumpulkan sejumlah data, menganalisisnya dan mencapai beberapa kesimpulan
4) Siswa akan menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar
5) Hasil-hasil dari penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa.

Dalam kajian tentang model investigasi kelompok ini, Joyce dan Weil (2000: 53) menyimpulkan bahwa model investigasi kelompok memiliki kelebihan dan komprehensivitas, di mana model ini memadukan penelitian akademik, integrasi social, dan proses belajar social.

b. Bermain Peran (Role Playing)

Model bermain peran ini digunakan untuk membantu para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu moral dan social, mengembangkan empaty terhadap orang lain, dan berupaya memperbaiki keterampilan social. Jika ditelaah dari esensinya, model bermain peran lebih menitikberatkan keterlibatan partisipan dan pengamat dalam situasi atau masalah nyata serta berusaha mengatasinya.

Sheftel, dalam sebuah buku yang berjudul “Role Playing For Sosial Studies”, yang dibahas kembali oleh Sumantri dan Permana (1998/1999) menarankan 9 langkah penerapan role playing di dalam pembelajaran, yaitu: Fase pertama membangkitkan semangat kelompok. Fase kedua, pemilihan peserta. Fase ketiga, menetukan arena panggung, Fase keempat, mempersiapkan pengamat. Fase kelima, pelaksanaan kegiatan. Fase ke enam, berdiskusi dan mengevaluasi. Fase ke tujuh, melakukan lagi permainan peran. Fase ke delapan, dilakukan lagi diskusi dan evaluasi. Fase ke Sembilan, melakukan generalisasi.

c. Model Penelitian Yurisprudensi (Jurisprodenital Inquiry)

Pada dasarnya metode ini merupakan metode studi kasus dalam proses peradilan dan selanjutnya diterapkan dalam suasana belajar di sekolah. Dalam model ini para siswa sengaja dilibatkan dalam masalah-masalah social yang menuntut pembuatan kebijakan pemerintah yang diperlukan serta berbagai pilihan untuk mengatasi isu tersebut, misalnya dalam konflik moral, toleransi dan sikap-sikap social lainnya. Model ini bertujuan untuk membantu siswa belajar berpikir secara sistematis tentang isu-isu mutahir. Model ini juga didasarkan atas konsep tentang masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan pandangan dan prioritas bahkan konflik nilai antar seseorang dengan yang lain. Model ini potensial untuk digunakan dalam bidang studi yang membahas isu-isu kebijaksanaan umum atau berkaitan dengan kebijaksanaan umum, termasuk yang berkenaan dengan isu-isu atau konflik moral dalam kehidupan sehari-hari.

Sumantri dan Permana (1989/1999) mengemukakan penerapan model yurisprodensi di dalam proses pembelajaran meliputi enam fase. Fase pertama, guru memperkenalkan materi kepada siswa dengan membacakan cerita atau sejarah, menyaksikan film tentang kontroversi n ilai, atau mendiskusikan sesuatu masalah yang terlibat , serta mengidentifikasi konflik-konflik nilai tersebut. Fase kedua, para siswa diminta untuk memahami dan menghayati melalui pengertian mereka tentang masalah atau isu yang didengar atau disakaikan. Fase ketiga, siswa diminta untuk menetukan sikap dirinya terhadap isu yang dikembangkan dan landasan pemikirannya. Fase keempat, siswa diminta untuk memperjelas konflik-konflik nilai dengan analogi-analoginya. Fase kelima, memperjelas alasan posisi nilai. Fase keenam, menguji posisi para siswa terhadap nilai dan mengkajinya secara cermat.

2.2.2 Kelompok Model Pengolahan Informasi (Information processing model)

Kelompok model pengolahan informasi merupakan salah satu kelompok model pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada aktivitas-aktivitas yang terkait dengan kegiatan proses atau pengolahan informasi untuk meninggalkan kapabilitas siswa melalui proses pembelajaran. Ada beberapa bentuk model yang dapat dipertimbangkan guru untuk diterapkan di dalam proses pembelajaran yang termasuk kelompok model ini yaitu:

a. Berpikir induktif (inductive thinking)

Model pembelajaran ini beranggapan bahwa kemampuan berpikir seseorang tidak dengan sendirinya dapat berkembang dengan baik jika proses pembelajaran dikembangkan tanpa memperhatikan kesesuaiannya dengan kebutuhan berpikir seseorang.

Joyce, Weil dan Calhoun (2000: 140), mengemukakan beberapa strategi berpikir induktif yang sekaligus juga menggambarkan langkah-langkah pengembangan kemampuan berpikir induktif; Strategi pertama adalah pembentukan konsep, Strategi kedua, interpretasi data. Strategi ketiga, aplikasi prinsip.

b. Pencapaian Konsep (concept attainment)

Model pencapaian konsep adalah model pembelajaran yang dirancang untuk menata atau menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan efisien.
Penerapan model pencapaian konsep dalam pembelajaran meliputi tiga tahap pokok, yaitu: Tahap pertama, prsentasi data dan identifikasi konsep, yang meliputi kegiatan: (1) guru mempresentasikan contoh-contoh nama, (2) siswa membandingkan ciri positif dan negatif dari contoh yang dikemukakan, (3) siswa menyimpulkan dan menguji hipotesis, (4) siswa memberikan arti sesuai dengan cirri-ciri esensial. Tahap kedua, menguji pencapaian konsep yang meliputi beberapa kegiatan: (1) siswa mengidentifikasi tambahan contoh yang tidak memiliki nama, (2) guru mengkonfirmasikan hipotesis, konsep nama dan definisi sesuai dengan ciri-ciri esensial. Tahap ketiga, menganalisis kemampuan berfikir strategis, yang meliputi: (1) siswa mendeskripsikan pemikiran-pemikiran mereka, (2) siswa mendiskusikan hipotesis dan atribut-atribut, (3) siswa mendiskusikan bentuk dan jumlah hipotesis.

c. Memorisasi

Model memorisasi ini diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa menyerap dan mengintegrasikan informasi sehingga siswa-siswa dapat mengingat informasi yang telah diterima dan dapat me-recall kembali pada saat yang diperlukan. Penerapan model memorisasi di dalam proses pembelajaran dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: (1) mencermati materi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara menggarisbawahi bagian yang penting, member tanda pada bagian yang diperlukan, (2) mengembangkan hubungan, yaitu menemukan hubungan antara materi-materi yang memiliki keterkaitan, dengan menggunakan kata kunci, kata yang bergaris atau dengan melingkar kata tertentu, (3) mengembangkan sensori image, dengan menggunakan teknik-teknik yang lucu atau mungkin dengan kata-kata yang berlebihan sehinggga lebih mudah diingat, (4) melatih re-call dengan memperhatikan tahapan sebelumnya dan hal ini harus dipelajari secara terus menerus.

d. Advance organizers

Model ini dikembangkan berdasarkan pemikiran Ausubel tentang materi pembelajaran, struktur kognitif. Model advance organizers terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, menjelaskan panduan pembelajaran. Tahap kedua, menjelaskan materi dan tugas-tugas pembelajaran. Tahap ketiga, memperkokoh pengorganisasian kognitif.
e. Penelitian Ilmiah ( Scientific inquiry)
Model penilitian ilimiah ini digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa di dalam menyalasaikan masalah melalui suatu penelitian dengan membandingkan masalah tersebut dangan kondisi nyata pada areal penelitian, membantu siswa di dalam mengidentifikasi konsep atau metode pemecahan masalah pada kawasan penelitian dan membantu mereka agar mampu mendisain cara-cara mengatasi masalah. Pengembangan model penelitian ilmiah dalam proses pembelajaran dilakukan melalui beberapa tahap; (1) menyajikan area penelitian kepada siswa, (2) siswa merumuskan masalah, (3) siswa mengidentifikasi masalah di dalam kegiatan penelitian, (4) siswa menemukan cara-cara untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya.

f. Inquiry training

Model ini diarahkan untuk mengajarkan siswa suatu proses dalam rangka mengkaji dan menjelaskan suatu fenomena khusus. Tujuannya adalah membantu siswa mengembangkan disiplin dan mengembangkan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk mengajukan pertanyaan dan menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin tahunya. Model inquiry ini dikembangkan melalui beberapa langkah sebagai berikut; (1) mempertentangkan suatu masalah, (2) siswa melakukan pengumpulan data serta melakukan klasifikasi, (3) siswa melakukan pengujian hipotesis, (4) siswa mengorganisasikan data memberikan penjelasan, (5) siswa melakukan analisis strategi inquiry dan mengembangkan secara lebih efektif.

g. Synectics

Sinektik merupakan salah satu model pembelajaran yang didisain oleh Gordon yang pada dasarnya diarahkan untuk mengembangkan kreativitas. Gordon menggagas model sinektik dalam empoat gagasan, yang intinya menampilkan perubahan pandangan konvensional tentang kreativitas. Pertama, kreativitas penting di dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Kedua, proses kreatif tidak sepenuhnya merupakan hal yang misterius. Ketiga, temuan tentang kreatif berlaku sama pada berbagai bidang. Keempat, bahwa penemuan/berfikir kreatif (creative thinking) individu pada prinsipnya tidak berbeda.

2.2.3 Kelompok Model Personal (The Personal Family Model)

Model personal dikembangkan dengan beberapa tujuan esensial, yaitu: (1) untuk mengarahkan perkembangan dan kesehatan mental dan emosional melalui pengembangan percaya diri dan pandangan realistic tentang dirinya, dengan membangun rasa empati dirinya terhadap orang lain, (2) mengembangkan keseimabngan proses pendidikan beranjak dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri, (3) mengembangkan aspek-aspek khusus kemampuan berpikir kualitatif, seperti kreativitas, ekspresi-ekspresi pribadi. Yang termasukbagian model ini adalah model pembelajaran tanpa arahan (non directive teaching), dan model-model yang terarah pada peningkatan rasa percaya diri.


a. Pembelajaran Tanpa Arahan

Model pembelajaran tanpa arahan adalah model yang berfokus pada upaya memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Model ini pada prinsipnya adalah meletakkan peranan guru untuk secara aktif membangun kerjasama yang diperlukan dan memberikan bantuan yang dibutuhkan pada saat para siswa mencoba memecahkan masalah. Model pembelajaran tanpa arahan dapat dipergunakan untuk berbagai bentuk situasi, baik personal, sosial maupun akademik.

b. Model pembelajaran untuk meningkatkan rasa percaya diri (Enhancing Self Esteem)

Yang termasuk dalam model ini adalah : (1) Model latihan kesadaran, model ini adalah model pembelajaran yang diarahakn untuk memperluas kesadaran diri dan kemampuan untuk merasa dan berpikir. (2) Model pertemuan kelas, model ini diwujudkan layaknya rapat atau pertemuan di mana kelompok bertanggung jawab untuk membangun system social yang sessuai untuk melaksanakan tugas-tugas akademis.

2.2.4 Kelompok Model-model Sistem Perilaku

Model pembelajaran behavioral pada mulanya dikembangkan pada eksperimen terhadap kondisi yang bersifat klasikal oleh Pavlov, kemudian dikembangkan oleh Thordike dalam bentuk system raward di dalam pembelajaran. Model ini memusatkan perhatian pada perilaku yang teramati (terobservasi).

Secara teoritik kelompok model system perilaku ini berasal dari teori-teori belajar social. Model ini juga dikenal pula sebagai model modifikasi perilaku, terapi perilaku, dan sibernetika.

Terdapat beberapa bentuk model yang termasuk dalam kelompok model ini, yaitu: Belajar Tuntas (Mastery Learning), Pengajaran Langsung (Direct Instruction), Simulasi (Simulation).

a. Belajar tuntas (Mastery Learning)

Pada prinsipnya belajar tuntas adalah suatu aktivitas proses pembelajaran yang bertujuan agar bahan ajar dapat dikuasai secara tuntas oleh siswa.
Untuk memahami bagaimana bentuk dan karakteristik belajar tuntas dapat diketahui dari beberapa cirri berikut;
 Setiap tujuan pembelajaran dinyatakan secara jelas dan terukur dan memuat apa yang harus siswa-siswa lakukan.
 Tujuan-tujuan pembelajaran harus dikelompokkan.
 Tujuan pembelajaran harus merupakan pilihan tindakan yang benar-benar dan mungkin dapat dilakukan.
 Tujuan pembelajaran harus menggambarkan kebermaknaan urutan atau unit.


b. Pengajaran Langsung (Direct Instruction)

Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran dimana kegiatannya terfokus pada aktivitas-aktivitas akademik. Sehingga di dalam implementasi kegiatan pembelajaran guru melakukan control yang ketat terhadap kemajuan belajar siswa, pendayagunaan waktu serta iklim kelas yang dikontrol secara ketat pula.

Tujuan utama model pembelajaran langsung adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Sedangkan dampak pengajarannya adalah tercapainya ketuntasan muatan akademik dan keterampilan, meningkatnya motivasi belajar siswa serta meningkatnya kemampuan siswa. Sedangkan dampak pengiring (nurturant effect) meningkatnya percaya diri siswa.

c. Simulasi (simulation)

Simulasi sebagai salah satu model pembelajaran merupakan penerapan dari prinsip sibernetik (cybernetic) sebagai salah satu cabang psikologi. Para ahli psikologi Sibernetik menganalogikan manusia dengan mesin yang memiliki system kendali yang mampu membangkitkan gerakan dan mengendalikan diri sendiri.

Simulasi yang diterapkan di kelas dirancang untuk mencapai kelebihan-kelebihan tertentu dalam pendidikan. Melalui nodel ini guru mengontrol partisipasi siswa dalam scenario permainan untuk menjamin bahwa kelebihan atau keuntungan dari model ini benar-benar dapat dicapai.






















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berkembangnya berbagai jenis model pembelajaran pada prinsipnya didasari pemikiran tentang keberagaman siswa, baik dilihat dari perbedaan kemampuan, modalitas belajar, motivasi, minat dan beberapa dimensi psikologis lainnya.
Pemilihan dan penentuan salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan terjadinya peran aktif siswa dalam mengeksplorasi hal-hal baru yang terkait dengan apa yang sedang dipelajari.
Pengembangan model pembelajaran tidak terlepas dari pemahaman guru terhadap karakteristik siswa sebagaimana pula di dalam pengimplementasian prinsip-prinsip belajar yang sebelumnya. Demikian pula tidak dapat dilepaskan dari karakteristik materi pelajaran, tujuan belajar yang ingin dicapai, kondisi kelas maupun sarana atau fasilitas belajar yang tersedia.

















DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung. Alfabeta.
Depdiknas. (1998/1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Depdiknas Dirjen Dikti.
Winataputra. 2005. Model-model Pembelajaran Inovatif. Pekerti. Depdiknas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar